Pro dan kontra redenominasi mata uang rupiah
Pro dan kontra masih
mengiringi rencana penyederhanaan nilai (redenominasi) mata uang rupiah.
Pihak yang mendukung menilai, redenominasi tidak saja positif bagi penyederhanaan akuntansi, namun juga bagus bagi pencitraan rupiah di dunia internasional.
Sedangkan yang kontra berpendapat saat ini belum saatnya Indonesia melakukan kebijakan itu lantaran berpotensi menyulitkan dunia usaha.
Ekonom Sustainable Development Indonesia (SDI) Dradjad H Wibowo mengatakan, nilai tukar rupiah saat ini memang sudah sangat besar.
Sebagi gambaran, 1 dolar Amerika Serikat (AS) sama dengan Rp9.680. ‘’Nilai tukar yang besar kurang bertaji. Dengan redenominasi, rupiah terlihat lebih bergengsi,’’ ujar Dradjad di Jakarta, Kamis (24/1).
Menurut dia, gengsi nilai tukar rupiah tidak sekadar untuk gagah-gagahan, namun juga berpengaruh pada persepsi dunia internasional terhadap stabilitas nilai tukar.
‘’Nilai tukar yang Rp9.000 (per dolar AS) mencitrakan rupiah sebagai mata uang yang kurang stabil. Padahal, persepsi atas stabilitas nilai tukar ini sangat penting,’’ kata ekonom senior yang juga Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Pada acara kick off konsultasi publik perubahan harga rupiah ‘’Redenominasi Bukan Sanering’’ di Jakarta Rabu (23/1) lalu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan bahwa salah satu alasan perlunya redenominasi adalah nilai tukar rupiah yang sangat rendah. ‘’Nilai tukar kita ini terendah kedua di ASEAN,’’ ujarnya.
Merujuk kurs tengah Bank Indonesia (BI) per 21 Januari 2013 lalu, nilai tukar rupiah tercatat Rp9.680 per dolar AS. Hanya ada satu mata uang, yakni dong Vietnam yang nilai tukarnya lebih rendah.
Yaitu 20.843 dong per dolar AS. Sedangkan mata uang negara ASEAN lain jauh lebih kuat dibandingkan rupiah.
Padahal, kata Agus, dari sisi ukuran ekonomi Indonesia adalah yang terbesar di ASEAN. Hal itu tecermin dari besaran produk domestik bruto (PDB) RI yang mencapai 845,6 miliar dolar AS. Angka itu jauh di atas negara lain seperti Thailand 345,65 miliar dolar AS, Malaysia 278,68 miliar dolar AS, Singapura 259,85 miliar dolar AS, dan Filipina 213,12 miliar dolar AS.
‘’Jadi nilai tukar rupiah saat ini tidak mencerminkan kondisi fundamental ekonomi kita yang baik,’’ jelas mantan Dirut Bank Mandiri tersebut.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution menambahkan, nilai tukar merupakan salah satu parameter yang dilihat oleh orang asing ketika datang ke Indonesia. Karena itu, ketika ada wisawatan asing menukarkan mata uang mereka ke rupiah, persepsi terhadap Indonesia akan langsung terbentuk.
‘’Begitu dia belanja atau membayar taksi dan mendengar harganya (atau tarifnya, red), langsung pandangan atas Indonesia jatuh. Sebab, mereka berhadapan dengan harga yang beratus-ratus ribu,’’ paparnya.
Dalam skema redenominasi yang disusun Kemenkeu dan BI, angka pecahan rupiah akan disederhanakan dengan menghilangkan tiga angka nol di belakang nilai mata uang. Misalnya duit senilai Rp1.000 nanti setelah redenominasi akan menjadi Rp1.
Sedangkan uang Rp100.000 akan menjadi Rp100. Meski angka nominalnya berbeda, namun nilai uangnya tetap sama. Misalnya harga baju yang selama ini biasa ditulis dengan angka Rp130.000, Rp250.000, atau Rp400.000, nanti setelah redenominasi cukup ditulis Rp130, Rp250, atau Rp400. ‘Jadi perhitungannya lebih sederhana,’’ timpal Darmin.
Saat ini RUU Redenominasi telah masuk dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) dan bakal dibahas DPR tahun ini. Jika disetujui, mulai 2014 bank sentral akan menerbitkan dua mata uang yang sama dengan mata uang beredar saat ini. Hanya, ada yang tiga angka nol di belakang akan dihilangkan.
Misalnya mata uang pecahan Rp100.000 bergambar proklamator Soekarno-Hatta, nanti diterbitkan dalam tampilan yang sama, hanya tulisannya menjadi Rp100.
Dukungan atas redenominasi rupiah juga datang dari dunia perbankan. Ketua Persatuan Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan, redenominasi sangat bermanfaat untuk menyederhanakan nominal transaksi dunia perbankan. ‘’Dari sisi praktis, struk pembelian saat belanja akan lebih sederhana karena berkurang tiga digit,’’ ujarnya.
Dukungan serupa disampaikan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito. Menurut dia, redenominasi akan membuat perdagangan saham di lantai bursa berjalan lebih efisien.
Ia menyebut, di BEI terjadi lebih dari 120 ribu transaksi senilai Rp4 triliun per hari. ‘’Kalau nominalnya berkurang tiga nol, maka akan lebih efisien,’’ katanya.
BEI siap menerapkan mata uang baru hasil redenominasi di pasar modal jika proses legislasi RUU rampung dan telah diumumkan secara resmi pemberlakuannya. ‘
'’Kami selalu mendukung dan siap sepenuhnya bila memang sudah ada kepastian dari pemerintah. Mulai tahun depan (2014) tidak masalah. Tinggal disesuaikan dari segi teknis dan bisa diterapkan kapan saja,’’ tambahnya.
Yang jelas, lanjut dia, ada penyesuaian teknis yang mesti dilakukan. Nanti hanya perlu penyesuaian di level sistem teknologi informasi (TI) berupa penghilangan tiga digit di depan koma.
Karena penyesuaian hanya terjadi di level TI, Ito meyakini nanti tidak akan terjadi kendala dan gangguan yang berarti manakala sistem redenominasi tersebut benar-benar diterapkan di lantai perdagangan bursa saham domestik.
Meski demikian, ada pula suara kontra terhadap redenominasi. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Natsir Mansyur mengatakan, redenominasi bisa menyulitkan dunia usaha karena harus menyesuaikan berbagai perhitungan maupun harga baru yang harus bisa diterima oleh konsumen.
‘’Sekarang ini dunia usaha sedang mengupayakan efisiensi besar-besaran untuk meningkatkan daya saing, jangan diganggu dulu dengan hal-hal lain,’’ jelasnya.
Dradjad menambahkan, elemen terpenting dari tahapan redenominasi adalah sosialisasi, baik kepada masyarakat, aparat pemerintahan, pelaku usaha, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang nanti akan duduk bersama pemerintah membahas undang-undangnya. ‘’Pelaksanaannya harus pelan-pelan agar semua bisa menyesuaikan,’’ ujarnya.
Seperti diwartakan, negara yang sukses menerapkan redenominasi adalah Turki, Rumania, Polandia, dan Ukraina. Turki meredenominasi mata uang lira secara bertahap selama 7 tahun yang dimulai sejak 2005. Setelah redenominasi, semua uang lama Turki dikonversi menjadi lira baru.
Sedangkan negara-negara yang gagal menerapkan redenominasi antara lain Rusia, Argentina, Zimbabwe, Korea Utara, dan Brazil.
Namun belakangan, Brazil sukses melakukan redenominasi pada 1994. Negara-negara tersebut tidak sukses memberlakukan redenominasi lantaran kondisi perekonomiannya tidak stabil dan memiliki inflasi tinggi.
Korea Utara pada akhir 2009 melakukan redenominasi 100 won menjadi 1 won. Namun, saat warga hendak mengganti uang lama won ke uang baru, stok uang baru tidak tersedia. Brazil mengalami kegagalan melakukan redenominasi pada 1986-1989.
Saat Negeri Samba itu meyederhanakan mata uangnya, kurs terhadap dolar AS justru terdepresiasi secara tajam. Kegagalan ini disebabkan pemerintah Brazil tidak mampu mengelola inflasi yang pada waktu itu mencapai 500 persen per tahun.
Rendahnya kepercayaan terhadap pemerintah juga menjadi pangkal masalah kegagalan redenominasi di Brazil. Pada 1986, negeri di Amerika Selatan itu masih dilanda konflik politik dan instabilitas pemerintahan yang mengikis kepastian berusaha. Brasil akhirnya berhasil menerapkan redenominasi pada 1994.
Kombinasi sukses memangkas inflasi dan masuknya modal asing yang meningkatkan cadangan devisa merupakan faktor terpenting keberhasilan redenominasi di Brazil.(owi/gen/gal/oki/jpnn/ila)
Pihak yang mendukung menilai, redenominasi tidak saja positif bagi penyederhanaan akuntansi, namun juga bagus bagi pencitraan rupiah di dunia internasional.
Sedangkan yang kontra berpendapat saat ini belum saatnya Indonesia melakukan kebijakan itu lantaran berpotensi menyulitkan dunia usaha.
Ekonom Sustainable Development Indonesia (SDI) Dradjad H Wibowo mengatakan, nilai tukar rupiah saat ini memang sudah sangat besar.
Sebagi gambaran, 1 dolar Amerika Serikat (AS) sama dengan Rp9.680. ‘’Nilai tukar yang besar kurang bertaji. Dengan redenominasi, rupiah terlihat lebih bergengsi,’’ ujar Dradjad di Jakarta, Kamis (24/1).
Menurut dia, gengsi nilai tukar rupiah tidak sekadar untuk gagah-gagahan, namun juga berpengaruh pada persepsi dunia internasional terhadap stabilitas nilai tukar.
‘’Nilai tukar yang Rp9.000 (per dolar AS) mencitrakan rupiah sebagai mata uang yang kurang stabil. Padahal, persepsi atas stabilitas nilai tukar ini sangat penting,’’ kata ekonom senior yang juga Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Pada acara kick off konsultasi publik perubahan harga rupiah ‘’Redenominasi Bukan Sanering’’ di Jakarta Rabu (23/1) lalu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan bahwa salah satu alasan perlunya redenominasi adalah nilai tukar rupiah yang sangat rendah. ‘’Nilai tukar kita ini terendah kedua di ASEAN,’’ ujarnya.
Merujuk kurs tengah Bank Indonesia (BI) per 21 Januari 2013 lalu, nilai tukar rupiah tercatat Rp9.680 per dolar AS. Hanya ada satu mata uang, yakni dong Vietnam yang nilai tukarnya lebih rendah.
Yaitu 20.843 dong per dolar AS. Sedangkan mata uang negara ASEAN lain jauh lebih kuat dibandingkan rupiah.
Padahal, kata Agus, dari sisi ukuran ekonomi Indonesia adalah yang terbesar di ASEAN. Hal itu tecermin dari besaran produk domestik bruto (PDB) RI yang mencapai 845,6 miliar dolar AS. Angka itu jauh di atas negara lain seperti Thailand 345,65 miliar dolar AS, Malaysia 278,68 miliar dolar AS, Singapura 259,85 miliar dolar AS, dan Filipina 213,12 miliar dolar AS.
‘’Jadi nilai tukar rupiah saat ini tidak mencerminkan kondisi fundamental ekonomi kita yang baik,’’ jelas mantan Dirut Bank Mandiri tersebut.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution menambahkan, nilai tukar merupakan salah satu parameter yang dilihat oleh orang asing ketika datang ke Indonesia. Karena itu, ketika ada wisawatan asing menukarkan mata uang mereka ke rupiah, persepsi terhadap Indonesia akan langsung terbentuk.
‘’Begitu dia belanja atau membayar taksi dan mendengar harganya (atau tarifnya, red), langsung pandangan atas Indonesia jatuh. Sebab, mereka berhadapan dengan harga yang beratus-ratus ribu,’’ paparnya.
Dalam skema redenominasi yang disusun Kemenkeu dan BI, angka pecahan rupiah akan disederhanakan dengan menghilangkan tiga angka nol di belakang nilai mata uang. Misalnya duit senilai Rp1.000 nanti setelah redenominasi akan menjadi Rp1.
Sedangkan uang Rp100.000 akan menjadi Rp100. Meski angka nominalnya berbeda, namun nilai uangnya tetap sama. Misalnya harga baju yang selama ini biasa ditulis dengan angka Rp130.000, Rp250.000, atau Rp400.000, nanti setelah redenominasi cukup ditulis Rp130, Rp250, atau Rp400. ‘Jadi perhitungannya lebih sederhana,’’ timpal Darmin.
Saat ini RUU Redenominasi telah masuk dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) dan bakal dibahas DPR tahun ini. Jika disetujui, mulai 2014 bank sentral akan menerbitkan dua mata uang yang sama dengan mata uang beredar saat ini. Hanya, ada yang tiga angka nol di belakang akan dihilangkan.
Misalnya mata uang pecahan Rp100.000 bergambar proklamator Soekarno-Hatta, nanti diterbitkan dalam tampilan yang sama, hanya tulisannya menjadi Rp100.
Dukungan atas redenominasi rupiah juga datang dari dunia perbankan. Ketua Persatuan Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan, redenominasi sangat bermanfaat untuk menyederhanakan nominal transaksi dunia perbankan. ‘’Dari sisi praktis, struk pembelian saat belanja akan lebih sederhana karena berkurang tiga digit,’’ ujarnya.
Dukungan serupa disampaikan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito. Menurut dia, redenominasi akan membuat perdagangan saham di lantai bursa berjalan lebih efisien.
Ia menyebut, di BEI terjadi lebih dari 120 ribu transaksi senilai Rp4 triliun per hari. ‘’Kalau nominalnya berkurang tiga nol, maka akan lebih efisien,’’ katanya.
BEI siap menerapkan mata uang baru hasil redenominasi di pasar modal jika proses legislasi RUU rampung dan telah diumumkan secara resmi pemberlakuannya. ‘
'’Kami selalu mendukung dan siap sepenuhnya bila memang sudah ada kepastian dari pemerintah. Mulai tahun depan (2014) tidak masalah. Tinggal disesuaikan dari segi teknis dan bisa diterapkan kapan saja,’’ tambahnya.
Yang jelas, lanjut dia, ada penyesuaian teknis yang mesti dilakukan. Nanti hanya perlu penyesuaian di level sistem teknologi informasi (TI) berupa penghilangan tiga digit di depan koma.
Karena penyesuaian hanya terjadi di level TI, Ito meyakini nanti tidak akan terjadi kendala dan gangguan yang berarti manakala sistem redenominasi tersebut benar-benar diterapkan di lantai perdagangan bursa saham domestik.
Meski demikian, ada pula suara kontra terhadap redenominasi. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Natsir Mansyur mengatakan, redenominasi bisa menyulitkan dunia usaha karena harus menyesuaikan berbagai perhitungan maupun harga baru yang harus bisa diterima oleh konsumen.
‘’Sekarang ini dunia usaha sedang mengupayakan efisiensi besar-besaran untuk meningkatkan daya saing, jangan diganggu dulu dengan hal-hal lain,’’ jelasnya.
Dradjad menambahkan, elemen terpenting dari tahapan redenominasi adalah sosialisasi, baik kepada masyarakat, aparat pemerintahan, pelaku usaha, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang nanti akan duduk bersama pemerintah membahas undang-undangnya. ‘’Pelaksanaannya harus pelan-pelan agar semua bisa menyesuaikan,’’ ujarnya.
Seperti diwartakan, negara yang sukses menerapkan redenominasi adalah Turki, Rumania, Polandia, dan Ukraina. Turki meredenominasi mata uang lira secara bertahap selama 7 tahun yang dimulai sejak 2005. Setelah redenominasi, semua uang lama Turki dikonversi menjadi lira baru.
Sedangkan negara-negara yang gagal menerapkan redenominasi antara lain Rusia, Argentina, Zimbabwe, Korea Utara, dan Brazil.
Namun belakangan, Brazil sukses melakukan redenominasi pada 1994. Negara-negara tersebut tidak sukses memberlakukan redenominasi lantaran kondisi perekonomiannya tidak stabil dan memiliki inflasi tinggi.
Korea Utara pada akhir 2009 melakukan redenominasi 100 won menjadi 1 won. Namun, saat warga hendak mengganti uang lama won ke uang baru, stok uang baru tidak tersedia. Brazil mengalami kegagalan melakukan redenominasi pada 1986-1989.
Saat Negeri Samba itu meyederhanakan mata uangnya, kurs terhadap dolar AS justru terdepresiasi secara tajam. Kegagalan ini disebabkan pemerintah Brazil tidak mampu mengelola inflasi yang pada waktu itu mencapai 500 persen per tahun.
Rendahnya kepercayaan terhadap pemerintah juga menjadi pangkal masalah kegagalan redenominasi di Brazil. Pada 1986, negeri di Amerika Selatan itu masih dilanda konflik politik dan instabilitas pemerintahan yang mengikis kepastian berusaha. Brasil akhirnya berhasil menerapkan redenominasi pada 1994.
Kombinasi sukses memangkas inflasi dan masuknya modal asing yang meningkatkan cadangan devisa merupakan faktor terpenting keberhasilan redenominasi di Brazil.(owi/gen/gal/oki/jpnn/ila)
Pros and cons of rupiah redenomination
Pros and cons still
accompany simplification plan value (redenomination) currency.
Those who argue for
assessing, redenomination is not only positive for the simplification of
accounting, but also good for the imaging of dollars in the international
world.
While the counter-argue
this is not the time when Indonesia did it because the policy has the potential
to complicate the business.
Economist Sustainable
Development Indonesia (SDI) Dradjad H Wibowo said the current exchange rate is
already very large.
As a picture, 1 U.S.
dollar (U.S.) with Rp9.680. '' The exchange rate is less bertaji great. With
the redenomination, the rupiah look more prestigious,'' said Dradjad in
Jakarta, Thursday (24/1).
According to him, the
prestige of the exchange rate is not just for for show, but also affects the
perception of the international community regarding the stability of the
exchange rate.
'' The exchange rate is
9,000 (per U.S. dollar) as imaged rupiah currency less stable. In fact, the
perception of the stability of the exchange rate is very important,'' said a
senior economist who is also Vice Chairman of the DPP National Mandate Party
(PAN) was.
At the kick off public
consultation'' price changes rupiah redenomination Not sanering'' in Jakarta on
Wednesday (23/1), Finance Minister Agus Martowardojo stated that one of the
reasons for the rupiah redenomination is very low. '' The exchange rate we are
the second lowest in ASEAN,'' he said.
Referring to the
prevailing Bank Indonesia (BI) per January 21, 2013 then, the exchange rate was
recorded Rp9.680 per U.S. dollar. There is only one currency, the Vietnamese
dong exchange rate lower.
Ie 20 843 dong per
dollar. While other ASEAN countries currency is much stronger than dollars.
In fact, said Agus, the
size of Indonesia is the largest economy in ASEAN. This was reflected in the
amount of the gross domestic product (GDP) of Indonesia which reached 845.6
billion U.S. dollars. That figure is far above other countries such as Thailand
345.65 billion, 278.68 billion U.S. dollars Malaysia, Singapore 259.85 billion
U.S. dollars, and the Philippines 213.12 billion U.S. dollars.
'' So the current
exchange rate does not reflect the fundamentals of our economy are good,''
explained the former Managing Director of Bank Mandiri.
Governor of Bank
Indonesia (BI) Nasution added, the exchange rate is one parameter which is seen
by strangers when it comes to Indonesia. Therefore, when there is a foreign
tourist to exchange their currency into dollars, the perception of Indonesia
will immediately formed.
'' As soon as she was
shopping or pay for a taxi and heard the price (or tariff, red), direct view
over Indonesia fell. Therefore, they are dealing with the price of hundreds of
thousands,'' he said.
In the scheme drawn up
redenomination MoF and BI, fractional figures of rupiah will be simplified by
eliminating three zeros behind the value of the currency. For example, money
worth 1,000 later after redenomination would be R1.
While the money will be
Rp100 100,000. Although the nominal rate is different, but its value remains
the same. For example, the price for a dress that is usually written with
numbers Rp130.000, 250,000 or Rp400.000, written later after redenomination
enough Rp130, Rp250, or 400. 'So the calculation is much simpler,'' chimes
Nasution.
Redenomination current
bill has been entered in the National Legislation Program (National Legislation
Program) and will be discussed in the Parliament this year. If approved,
starting in 2014 the central bank will issue two same currency with the
currency in circulation today. Only, there are three zeros behind will be
eliminated.
For example, fractional
currency pictorial 100,000 Soekarno-Hatta proclaimed, later published in the
same view, just writing to Rp100.
Support the rupiah
redenomination also came from the world of banking. Chairman of the National
Association of Commercial Banks (the Banks) Sigit Pramono said, redenomination
is useful to simplify the nominal transaction banking world. '' From the
practical side, receipt of purchase when shopping will be simpler because
reduced three digits,'' he said.
Similar support was
conveyed by the Director of Indonesia Stock Exchange (IDX) Ito Warsito.
According to him, redenomination would make stock trades on the exchange floor
runs more efficiently.
He called, in IDX
occurred more than 120 thousand transactions worth Rp 4 trillion per day. '' If
nominal reduced three zero, then it will be more efficient,'' he said.
IDX is ready to
implement the new currency redenomination results in the stock market if the
legislative process is completed and the bill has officially announced its
entry into force. '
'' We have always
supported and fully ready when it has no assurance from the government. From
next year (2014) is not a problem. Stay adapted from a technical perspective
and can be applied at any time,'' he added.
What is clear, he added,
there are technical adjustments that must be made. I'll just need an adjustment
in system level information technology (IT) in the form of removal of three
digits in front of the coma.
Because the adjustment
is only happening in the IT level, Ito believes later will not happen
constraints and significant interference when the redenomination system
actually implemented on the domestic stock exchange trading floor.
However, there is also a
counter voice to the redenomination. Deputy Chairman of the Chamber of Commerce
and Industry (Kadin) Indonesia for Trade, Distribution, and Logistics Natsir
Mansour said, redenomination could complicate the business of having to adjust
various calculations and the new price should be accepted by consumers.
'' Now the business
world is seeking massive efficiency to increase competitiveness, do not be
alone with other things,'' he said.
Dradjad added, the most
important element of stage redenomination is socialization, both to the public,
government officials, businessmen, including the People's Representative
Council (DPR), which will sit down with the government to discuss the law. ''
Implementation must slowly so all could adapt,'' he said.
As proclaimed, which is
successfully implemented redenomination country is Turkey, Romania, Poland, and
Ukraine. Meredenominasi Turkish lira currency gradually over the 7 years that
began in 2005. After the redenomination, all the money is converted to long
Turkish new lira.
Meanwhile, countries
that fail to implement the redenomination, among others, Russia, Argentina,
Zimbabwe, North Korea, and Brazil.
But lately, Brazil
successfully perform redenomination in 1994. These countries are not successful
because of the conditions imposed redenomination economy is not stable and have
high inflation.
North Korea in late 2009
did redenomination 100 won to 1 won. However, when people want to replace the
old money won to the new money, new money stock is not available. Brazil's
failure to perform redenomination 1986-1989.
When the Samba District
meyederhanakan its currency, the exchange rate against the U.S. dollar
depreciated sharply precisely. This failure caused the Brazilian government is
not able to manage inflation which at that time reached 500 percent per year.
Lack of confidence in
the government also became the base of redenomination failure problem in
Brazil. In 1986, the country in South America it is still a political conflict
and government instability that erodes business certainty. Brazil finally
managed to apply the redenomination in 1994.
Successful combination
of reducing inflation and increasing influx of foreign capital foreign exchange
reserves as an important factor in the success of redenomination Brazil. (Owi /
gen / gal / oki / JPNN / ila)
No comments:
Post a Comment
kata-kata mencerminkan kepribadian seseorang